Selasa, 08 September 2015

Perang Bali



Bali adalah salah satu pulau di Kepulauan Sunda yang berada di timur Jawa; jarak bentang pulau ini 105 mil geografis dan berpenduduk 700.000 jiwa. Cornelis de Houtman pernah mendatangi pulau itu dan diterima baik namun dalam perkembangannya kesepahaman kurang terjalin; pada tahun 1841 dan 1843 sebuah persetujuan diputuskan antara kerajaan setempat dan pemerintah Hindia-Belanda tetapi penduduk Bali segera menunjukkan permusuhan. Khususnya Raja Buleleng berkali-kali melanggar perjanjian. Pemerintah Hindia Belanda mempermasalahkan tradisi Tawan Karang Bali, dan menjadikannya alasan untuk menyerang dan menghukum Bali. Tawan Karang adalah tradisi Bali, bahwa kapal beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali adalah hak milik raja setempat. Pemerintah Hindia Belanda menganggap tradisi ini tidak dapat diterima dalam hukum internasional dan tidak dapat membiarkannya karena daerah lain juga akan menunjukkan tanda-tanda perlawanan.

Sejarah Perang Bali 1846-1849. Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng.
Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.
Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar